Sistem Komparasi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Korea Selatan dan Singapore
Korea selatan
Director of Training Planning dari Anti-corruption
Training Institue (ACTI) Chae Soo Lim mengenalkan lembaganya yang merupakan
bagian dari ACRC. ACTI adalah lembaga pelatihan untuk masyarakat dan
penyelenggara negara agar memiliki integritas yang lebih baik dan menanamkan
karakter antikorupsi. Ini adalah salah satu cara Korea Selatan untuk mencegah
korupsi dengan memberikan mereka pengetahuan dan pelatihan.
Lim berbagi cara ACTI memberikan
pelatihan yang menyenangkan kepada masyakarat dan penyelenggara negara lewat
sebuah konser musik, sebuah pertunjukan, diskusi menarik bersama tokoh
masyarakat yang inspiratif. Kegiatan itu disebut dengan Integrity Concert,
yaitu pelatihan integritas melalui medium seni.
Pelatihan Integrity Concert sangat
popular dan disenangi di Korea Selatan. Pelatihan itu menjadi menarik karena
berbeda dengan jenis-jenis pelatihan yang ada sebelumnya yang terkesan
membosankan dan akan membuat masyarakat mengantuk.
Selain berbagi tentang pelatihan
integritas yang menjadi salah satu andalan ACRC, Senior Deputy Director
Anti-corruption Solicitation Interpretation Division Ki Hyun Kwon juga
menjelaskan mengenai pengaturan gratifikasi di Korea Selatan.
Di
Korea Selatan, gratifikasi tidak hanya berlaku dan diatur untuk para
penyelengara negara, pengajar juga bisa terkena pasal gratifikasi. Hal menarik
dan sedikit berbeda dari Indonesia, Korea Selatan tidak menerapkan aturan
gratifikasi pada upacara kematian. Karena menurut Kwon, upacara kematian di
Korea Selatan sangat mahal dan sangat sakral bagi masyarakat Korea Selatan.
Dalam mengatur
sektor swasta, Anti-Corruption and Civil Rights
Commission (ACRC) membuat sebuah pedoman yang bernama Anti-corruption
Guidelines for Companies yang harus diterapkan di seluruh perusahaan yang ada
di Korea Selatan. Pedoman tersebut mengatur banyak hal yang dapat mencegah
terjadinya korupsi di sektor swasta. Peraturan tersebut juga terintegrasi
dengan aturan-aturan lain seperti kewajiban mengikuti pelatihan integritas dan
mengikuti aturan gratifikasi.
Buku panduan
tersebut mengatur banyak hal secara rinci. Seperti dorongan kepada setiap
perusahaan untuk menggunakan kartu kredit untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan dana perusahaan dan mencegah terjadinya suap dengan cara
memberikan “hiburan” bagi penyelenggara Negara. Menurutnya dengan kartu kredit,
semua transaksi dapat dipantau dengan baik.
Selanjutnya
diskusi dilanjutkan dengan pemaparan mengenai Asset Recovery yang dilakukan di
Korea Selatan terhadap barang-barang hasil tindak pidana. Penyidik Senior dari
Kejaksaan Agung Korea Selatan Kim Hye Rin menjelaskan pengendalian aset di
Korea Selatan dilakukan secara terdata secara online dalam sebuah sistem
sehingga barang tersebut bisa dikelola dan dikendalikan dengan baik.
Sumber :
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/392-beda-korsel-dan-indonesia-berantas-korupsi
Singapore
Di Singapura regulasi untuk mengatur
mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan korupsi dibagi menjadi 2 regulasi
yaitu Prevention of Corruption Act rumusan delik khusus dikalangan bisnis
berupa penyuapan antara swasta dengan swasta, dan untuk pegawai negeri delik
suap diambil dari KUHP Singapura, hal ini dikarenakan latar belakang negara
Singapura adalah sebuah negara bisnis atau dagang.
Dalam menindak praktik korupsi di
singapura yang semakin lama semakin memperihatinkan, maka pemerintah Singapura
membentuk suatu badan pemberantas korupsi di bawah kepolisian Singapura. Dengan
tertangkapnya pejabat kepolisisan Singapura dalam kasus terima suap, hal ini
menyebabkan terjadinya perpecahan antara kepolisian dan institusi yang dibentuk
di bawah kepolisian tersebut untuk menangani korupsi. Dengan adanya
ketidakpercayaan dari institusi pemberantasan korupsi kepada kepolisisan, maka
institusi tersebut dipisahkan dari institusi kepolisian, dan sekarang menjadi
Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
CPIB sangat berperan dalam pencegahan terhadap
tindak pidana korupsi dengan cara preventif yaitu melakukan peninjauan kinerja
departemen pemerintahan dan entitas publik yang dinilai cenderung korup. CPIB
juga berhak memeriksa segala catatan yang berhubungan dengan kekayaan dan aset
masyarakatnya. Hal tersebut bertujuan untuk menemukan kejanggalan atau
kelemahan dalam sistem administrasi yang dimungkinkan adanya celah korupsi atau
penyelewengan prosedur (malpraktik). Selain itu juga memberikan masukan berupa
perbaikan terutama dalam standarisasi tindakan pencegahan korupsi terhadap
departemen yang bersangkutan. CPIB juga aktif dalam menyelenggarakan
sosialisasi kepada publik mengenai tindakan pencegahan terhadap korupsi.
Selain upaya preventif, CPIB
menggunakan upaya represif antara lain melakukan penyelidikan dan penyidikan
terhadap setiap bank, saham, pembelian, rekening pengeluaran, deposito dan
menuntut orang (individu maupun lembaga). Dalam penindakan tersebut biasanya
individu maupun lembaga tersebut di tuntut untuk memberitahukan atau menunjuk
dokumen yang diminta sebagai bukti bahawa tindakan tersebut tidak ada indikasi
korupsi. Hal inilah sangatlah berperan dalam meminimalisasi upaya-upaya yang
mengarah ke tindakan korup.
Dibawah pimpinan Lee Kwan Yew yang
berkuasa pada tahun 1959, beliau memproklamirkan ‘perang terhadap korupsi’.
Beliau menegaskan: ‘no one, not even top government officials are immuned from
investigation and punishment for corruption’. ‘Tidak seorang pun, meskipun
pejabat tinggi negara yang kebal dari penyelidikan dan hukuman dari tindak
korupsi’. Tekad Lee Kwan Yew ini didukung dengan disahkannya Undang-Undang
Pencegahan Korupsi (The Prevention of Corruption Act / PCA) yang diperbaharui
pada tahun 1989 dengan nama The Corruption (Confiscation of Benefit) Act.
Tindak lanjut dari undang-undang ini adalah dibentuknya lembaga antikorupsi
yang independen di negara tersebut, yang diberi nama CPIB.
Dengan adanya ada political will
yang kuat dari Lee, CPIB diberikan kewenangan seluas-luasnya untuk menggunakan
semua otoritas dalam memberantas korupsi dengan dukungan publik. Kendati Lee
memiliki kekuasaan yang besar, namun ia tak bisa melakukan intervensi. Lembaga
ini benarbenar merupakan lembaga yang kuat, independen, dan netral sehingga tak
bisa diintervensi oleh pihak manapun.
Selain pemisahan lembaga dan
political will yang kuat, kunci keberhasilan CPIB dalam penanganan tindak
pidana korupsi yaitu komitmen yang kuat dan konsistensi dalam penanganan
korupsi baik upaya preventif (pencegahan) maupun represif (penindakan). CPIB
didirikan dengan wewenang yang besar dalam penindakan dan pencegahan. Contoh
konkret yang dilakukan antara lain melakukan penyelidikan terhadap rekening
bank, mengaudit harta kepemilikan, dan yang terpenting dapat melakukan segala
tindakan yang diperlukan untuk mencegah tersangka melarikan diri dari proses
penuntutan.
Investasi sumber daya manusia (SDM)
dilakukan dengan sangat baik oleh CPIB, sehingga SDM dari CPIB tercukupi baik
dari jumlah maupun keahlian. Pola rekrutmen dan jenjang karir di CPIB
didasarkan pada keahlian dan kinerja masing-masing staf.
Secara umum terdapat tiga poin utama
yang mendukung CPIB dalam upaya peberantasan korupsi yaitu kemauan politik yang
kuat dari pemerintah, dengan menyediakan kerangka hukum yang kuat dan sumber
daya yang memadai dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, mempunyai
fungsi publikasi yang baik terutama dalam memublikasikan proses penuntutan
korupsi, adanya kebijakan yang menekankan penyelenggara negara untuk
mengumumkan asetnya beserta sumber penghasilannya dilaksanakan dengan baik,
melakukan pendekatan yang menyeluruh melalui tiga strategi: investigasi,
pencegahan, dan pendidikan masyarakat.
Perbandingan Pemberantasan Korupsi antara Indonesia
dengan Singapura dari Berbagai Segi
No |
Perbandingan |
Indonesia |
Singapura |
1 |
UU |
Membedakan pada delik / perbuatannya,
hal ini dapat dilihat dari UU No 31 tahun 1999 jo. UU no. 20 tahun 2001
tentang Tindak Pidana Korupsi, selain itu ada juga ada KUHP mengatur tentang
kejahatan secara umum dan UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencucian uang. |
Membedakan pada pemilahan pelaku dari
tindak pidana Korupsi, hal ini dapat dilihat daru peraturan di singapura
yaitu dengan adanya Prevention of coruption act tentang penyuapan yang di
lakukan oleh swasta dan KUHP singapura tentang korupsi yang di lakukan oleh
pegawai negeri. |
2 |
Sanksi |
Sanksi
pidana di Indonesia mengenal sistem pemidanaan maksimal khusus dan minimal
umum, jadi pidana indonesia lebih berat baik denda maksimal
Rp.1.000.000.000,- dan penjara maksimal 20 tahun, seumur hidup bahkan pidana
mati. Dan mengenal sistem penjatuhan pidana secara kumulatif. |
Sanksi pidana di Singapura berupa
pidana penjara maksimal 7 tahun sedangkan pdana denda maksimal $ 100.000.
Dalam sistem pemidanaan Singapura tidak mengenal adanya pidana mati dan dalam
sistem penjatuhan pidana di sigapura mengenal adanya sistem secara kumulatif. |
3 |
Lembaga |
Di Indonesia terdapat 3 lembaga yang
berwenang dalam menangani kasus korupsi yaitu Kejaksaan, Kepolisian dan KPK,
sehingga terjadi tumpang tindih dalam hal kewenangan menangani korupsi. |
Di Singapura hanya 1 lembaga y a n g b
e r w e n a n g d a l a m menangani korupsi yaitu CPIB. |
4 |
Budaya dan politik |
Bermula dari masa kerajaan dengan
penarikan upeti, masa penjajahan dengan pemerintahan VOC dan kerja Rodi dan
masa Orba dengan sistem pemerintahan otoriter dan anti-kritik, sehingga
korupsi semakin terbuka. Pada pemerintahan selanjutnya meskipun KPK berdiri,
tetapi political will saat itu masih lemah dan kurangnya dukungan dari
pemerintah dan masyarakat |
CPIB bermula dari pembentukan KAK
(Komisi Anti Korupsi) di dalam lembaga kepolisian dan kemudian di pisah
karena adanya suap di lembaga polisi. Adanya political will yang kuat dari
penguasa saat itu dan di dukung oleh rakyat dan para pejabat pemerintah
Singapura. |
5 |
J u m l a h pegawai KAK (Komisi Anti
Korupsi) |
Indonesia dengan wilayah yang luas dan
terdiri dari pulau-pulau dan daerah-daerah, maka pejabatpejabat di Indonesia
tergolong banyak karena setiap daerah membutuhan jumlah pejabat yang
berbeda-beda, sehingga dibandingkan dengan para pegawai KPK maka sangat sulit
untuk mengaudit dan mengusut tuntas semua pejabat di indonesia. Maka dari itu
di perlukannya penambahan jumlah pegawai KPK yang lebih banyak lagi. |
Singapura dengan wilayah yang relatif
kecil, sehingga pejabat pemerintahan Singapura relatif sedikit, sehingga
memudahkan CPIB dengan jumlah pegawai CPIB yang relatif sedikit untuk
mengaudit dan mengusut tuntas para pejabat yang di sinyalir korup. |
6 |
Struktur lembaga KAK (Komisi Anti
Korupsi) |
Struktur lembaga KPK sangatlah banyak
dan kuarang ramping dan beberapa organ terkesan kurang efektif dan kurang
nampak di masyarakat terutama dalam upaya preventif. |
Struktur
lembaga tergolong ramping dan sangat efektif hal ini sangat terlihat dalam
upaya represif dan upaya pencegahan korupsi di Singapura. |
Sumber :
https://jurnal.uns.ac.id/recidive/article/download/32712/21642