Kasus PT Telkom dan PT Aria West Internasional, Kasus Rumah Makan Ny. Suharti, dan kasus Vincentius Amin Sutanto dan PT Asian Agri Abadi
Kasus PT Telkom dan PT Aria West Internasional
PT
Telkom telah memutuskan kontrak kerja sama dengan PT Aria West Internasional. Kebijakan itu diambil berdasarkan
masukan tim yang beranggotakan wakil dari Departemen Keuangan, Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi
serta Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Demikian ditegaskan
Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi Agum Gumelar usai Sidang Kabinet di
Jakarta, Kamis (12/4).
Persengketaan ini bermula dari
perbedaan pandangan soal butir-butir Kerja Sama Operasional (KSO) antarkedua
belah pihak yang ditandatangani pada 1995. Awalnya, Telkom menggugat Aria West
ke pengadilan lantaran perusahan itu tak membangun ratusan ribu satuan
sambungan telepon sebagaimana tertuang dalam butir KSO. Sebaliknya, Aria West
membawa perkara itu ke Badan Arbitrase Internasional. Alasannya, Telkom telah mengabaikan
beberapa butir kesepakatan KSO. Untuk itu, Aria West menuntut Telkom membayar
kepada mereka sebesar US$ 1,3 miliar.
Bukan
itu saja, PT Aria West dan
Telkom bersepakat membangun jaringan telekomunikasi divisi regional Jawa Barat.
Ketika proyek berjalan, Aria West mempersoalkan Telkom yang ingkar membangun
lebih dari 100 ribu jalur telepon baru. Akibatnya, Aria West menahan porsi
keuntungan Telkom sebesar Rp 340 miliar. Tetapi, Telkom menganggap tudingan
anak perusahaan itu tak masuk akal dan bersedia menempuh proses hukum.
PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom) tetap akan menempuh jalur
hukum untuk menyelesaikan perseteruan dengan PT. Aria West Internasional (AWI).
Untuk itu, PT Telkom mengklaim balik PT Aria West ke Badan Arbitrase
Internasional. Demikian diungkapkan Direktur Utama PT. Telkom Mohammad Nazief,
di Jakarta.
Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West Internasional (AWI) melalui
proses yang berat dan memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya diselesaikan
melalui akuisisi AWI oleh PT Telkom dalam Tahun 2003. Dalam sangketa ini, Awi
menggunakan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan
penyelesaikan dilakukan di luar pengadilan.
Sumber :
https://reynaldodesta.blogspot.com/2020/03/kasus-pt-telkom-dan-pt-aria-west.html
https://www.liputan6.com/news/read/11658/aria-west-meminta-penyelesaian-sengketa-dipercepat
Kasus
Rumah Makan Ny. Suharti
Pada tahun 1962,
mulanya Suharti dan suaminya, Bambang Sachlan Praptohardjo, menjual ayam goreng
dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah di sekitar Yogyakarta. Setelah
penjualnnya meningkat, pada tahun 1969 mereka mendirikan rumah makan dengan
nama “Ayam Goreng Mbok Berek Baru” yang merukan generasi 4 mbok berek dengan
modal Rp. 300.000.
Tahun 1972 Suharti
mengubah nama rumah makannya menjadi “Ayam Goreng Ny. Suharti” di Jl.
Adicucipto 208, Yogyakarta. Tahun 1985 ia memulai membuka cabang di berbagai
kota.
Namun setelah ditimpa kasus
pengkhianatan oleh sang suami yang disebabkan karena suaminya mempunyai istri
simpanan di Jakarta yang membuat suaminya jarang pulang ke Yogyakarta serta membawa
lari segala usaha yang sudah dirintis berdua.
Pilihan
Suharti untuk berpisah dengan sang suami menjadi bumerang bagi dirinya. Rumah
makan “Ayam Goreng Ny. Suharti” kemudian menjadi milik suaminya yang terdaftar
sebagai pemilik resmi rumah makan tersebut. Akibatnya, semua aset kemudian
dikuasai sang suami. Sachlan menurunkan semua potret Suharti dari dinding
restoran., tetapi nama “Suharti” yang merupakan kunci sukses usaha, dibiarkan
terpasang karena sudah terkenal di Yogyakarta dan Solo.
Setelah
pecah kongsi dengan suami, pada Oktober 1991, Suharti memberanikan diri
membangun rumah makan ayam goreng yang juga menggunakan nama “Suharti”. Yang
membedakan, dirinya tidak memakai kata “Ny” di rumah makannya.
Selain itu, sebagai pembeda, Suharti
kemudian memasang wajahnya sebagai logo rumah makan barunya, “Ayam Goreng
Suharti”. Kini orang lebih mengenal rumah makan ayam goreng Suharti miliknya,
yang memajang foto dirinya
Sumber :
https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-bedanya-rumah-makan-ayam-goreng-suharti-dengan-ny-suharti.html
http://gosipnya.blogspot.com/2012/06/ayam-goreng-suharti_14.html
kasus Vincentius Amin Sutanto
dan PT Asian Agri Abadi
Vincentius
Amin Sutanto, tersangka pembobol rekening PT Asian Agri Abadi Oil & Fats
Ltd senilai US$ 3,1 juta, atau Rp 30 miliar, yang kini sudah ditahan Polda
Metro Jaya, ternyata sempat berencana melarikan diri ke luar negeri.
Dalam
penyelidikan, polisi menemukan tiket ke Sidney dan Penang yang akan
dipergunakan Vincentius. Direktur Asian Agri Semion Tarigan menyatakan, dia
mendapat informasi dari kepolisian bahwa polisi berhasil menemukan dua tiket
penerbangan dengan tujuan berbeda. Tiket pertama tertanggal 23 November 2006 dengan
tujuan Sidney, Australia, sedangkan satu tiket lagi untuk penerbangan tanggal
24 November 2006 dengan tujuan Penang, Malaysia. Kedua tiket itu sepertinya
merupakan upaya untuk melarikan diri setelah pembobolan. Kelihatannya, memang
perencanaan Vincentius sudah cukup lama, sejak tahun 2004," kata Semion
Tarigan kepada wartawan di Medan, Minggu, (17/12/2006).
Upaya
pembobolan Vincentius dimulai sejak 15 September 2004, ketika dia mendirikan
dua perusahaan fiktif bernama PT Asian Agri Jaya dan PT Asian Agri Utama.
Komposisi pengurus dan pemegang saham perusahaan tersebut adalah Hendri Susilo
dan Joko Purnomo. Kantornya merupakan Services Office di
Sampoerna Strategic Square dan membuka rekening di Panin Bank Cab Lindeteves,
Jakarta.
Vincentius
selanjutnya membuat tiga Kartu Tanda Penduduk (KTP). Di Tangerang, dia membuat
KTP atas nama Viktor Susanto dan di Singkawang, Kalimantan Barat, atas nama
Viktor Setiawan. Lantas pada 15 November 2006, dengan kemampuannya selaku
pengawas keuangan pada Asian Agri, dia mengirim dua aplikasi pemindahan dana
Asian Agri Abadi Oils & Fats Limited di Bank Fortis Kantor Cabang Singapura
secara illegal.
Di
dalam dua aplikasi tersebut diinstruksikan pemindahan (transfer) dana sebanyak
US$ 3,1 juta ke rekening di Bank Panin. Yakni US$ 1,9 juta ke rekening PT Asian
Agri Jaya, dan US$ 1,2 juta ke rekening PT Asian Agri Utama. Dana itu diterima
pada 16 November.
Asian
Agri baru mengetahui kasnya dibobol setelah ada konfirmasi dari Singapura pada
16 November. Kasus itu dilaporkan ke kepolisian Singapura dan ke Polda Metro
Jaya. Namun pelaku sudah sempat menarik Rp 200 juta dari rekening PT Asian Agri
Jaya. Pelaku hampir berhasil memindahkan semua dana yang ada di dalam
rekeningnya jika saja teller Bank Panin tidak hati-hati mencurigai adanya
masukan dana ke dalam dua rekening tersebut. Apalagi Vincentius menarik uangnya
lagi dalam waktu singkat padahal selama ini rekeningnya tidak aktif.
Lantas
pada 17 November 2006, Vincentius menghilang dari kantor. Dia menyerahkan diri
ke Polda Metro Jaya pada 11 Desember 2005, sekitar pukul 17.30 Wib diantar
Mikael Marut, kuasa hukumnya. Padahal sejak 5 Desember polisi sudah
mengupayakan pencarian Vincentius di luar negeri melalui interpol. Menurut
Semion, tertangkapnya Vincentius merupakan upaya dan kerja keras Polda Metro
Jaya. "Ini sangat menggembirakan. Kita apresiasi dan salut atas keseriusan
polisi menangani masalah ini," kata Semion Tarigan.
Sementara
mengenai ancaman Vincentius yang akan membeberkan bukti penggelapan pajak Asian
Agri, Semion Tarigan menyatakan itu hanya sebatas ancaman. Dikatakannya,
Vincentius memang ahli membuat dokumen palsu, ahli komputer dan ahli computer
networking. Sehingga gampang baginya memalsukan atau merekayasa data-data
perusahaan seolah-olah data tersebut benar. Tetapi Semion yakin, walau
bagaimanapun pasti pihak kepolisian lebih ahli.
Dalam kesaksiannya, Vincent mengatakan, setiap tahunnya,
Asian Agri selalu melaksanakan pertemuan perencanaan untuk menghemat pembayaran
pajak yang harus dibayarkan. "Saya tidak mengetahui angka detilnya, tapi
berdasarkan target pertemuan, jumlah yang dihemat 70 juta dolar per
tahun," kata Vincent di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 28 April
2011.
Menurut Vincent, salah satu jalan untuk melakukan
penghematan yaitu dengan pembukuan fiktif. Vincent mencontohkan, salah satunya
dengan cara memasukkan biaya pemotongan rumput sebagai biaya pokok produksi
perusahaan. "Biaya lapangan menjadi
biaya produksi. Biaya pemotongan rumput dan lain-lain dimasukan ke harga pokok.
Tujuannya adalah melakukan pembukuan fiktif," terang Vincent.
Manipulasi juga dilakukan dengan cara membuat laporan
keuangan selalu terlihat kurang mendapatkan untung. "Tiap kali selalu
rugi. Kepala , Marketing kok tidak dipecat. Kerugiannya sampai pada puluhan
juta dollar. Ini karena sebenarnya untung," jelasnya.
Suwir
Laut didakwa telah membuat laporan yang keliru tentang SPT perusahaan sehingga
menimbulkan potensi kerugian negara dari penerimaan pajak senilai Rp 1,259
triliun. Suwir Laut terancam hukuman enam
tahun penjara karena kejahatan berlanjut yang dilakukannya. Dalam dakwaan
jaksa, Suwir dikatakan turut menyuruh melakukan, turut melakukan, menganjurkan
melakukan dan membantu melakukan penggelapan pajak di beberapa perusahaan.
Suwir
disebut merekayasa harga jual yang mengakibatkan keuntungan perusahaan menjadi
lebih kecil dari yang sebenarnya. Adanya rekayasa ini, diperkuat dengan adanya
pertemuan tertanggal 4,5 Agustus, 2 September, 18, 19 September 2002 antara
Suwir Laut, Vincentius Amin Sutanto dan teman- temannya. Pertemuan tersebut
dengan agenda tax planning meeting membahas
pengecilan jumlah pajak perusahaan tersebut.
Selain itu
dilakukan pula pembiayaan fiktif dengan menciptakan kerugian. Cara ini
dilakukan dengan cara perusahaan yang bernaung di bawah AAG, seolah membuat
kontrak ekspor penjualan minyak kelapa sawit mentah ke perusahaan di Hongkong
yang penyerahan barangnya dilakukan beberapa waktu kemudian.
“Terdakwa
mengisi data palsu kewajiban perusahaan berturut-turut selama empat tahun terhadap
sejumlah 14 perusahaan, sehingga tidak atau kurang membayar kewajiban pajak
yang ditentukan sebenernya.” ucap Ridwan.
Adapun 14
peusahaan yang wajib membayar pajak adalah Mitra Unggul Pusaka. Tunggal Yunus
Estate, Dasa Anugrah Sejati, Andalas Intiargo Lestari, Hari Sawit Jaya, Rantau
Sinar Karsa, Rigunas Agri Utama, Gunung Melayu, Inti Indosawit Subur, Raja
Garuda Mas Sejati, Indo Sepadan Jaya, Nusa pusaka Kencana, Supra Matra Abadi
dan Saudara Sejati Luhur.
Namun,
sebelum jatuh tempo penyerahan barang dilakukan, perusahaan yang tergabung
dalam AAG melakukan pembelian kembali oleh dengan harga yang lebih tinggi.
Perbuatan Suwir laut tersebut melanggar Pasal 39 ayat 1 huruf C junto
pasal 43 ayat 1 UU No. 6 tahun1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dan Pasal 38 huruf b junto pasal 43 ayat 1 UU No. 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Suwir
Laut didakwa dengan dakwaan primair Pasal 39 Ayat (1) huruf C UU Nomor 16 Tahun
2000 tentang tata cara prosedur pembayaran pajak, ancamannya enam tahun penjara
dan denda empat kali kerugian pajak.
Sumber :
https://www.mongabay.co.id/2012/12/28/gelapkan-pajak-asian-agri-dihukum-denda-rp25-triliun/
https://news.detik.com/berita/d-721022/pembobol-rekening-asian-agri-sempat-berencana-ke-luar-negeri
https://www.viva.co.id/berita/nasional/217279-vincent-beberkan-kasus-pajak-asian-agri