Kamis, 11 Maret 2021

 Kasus PT Telkom dan PT Aria West Internasional

PT Telkom telah memutuskan kontrak kerja sama dengan PT Aria West Internasional. Kebijakan itu diambil berdasarkan masukan tim yang beranggotakan wakil dari Departemen Keuangan, Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi serta Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Demikian ditegaskan Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi Agum Gumelar usai Sidang Kabinet di Jakarta, Kamis (12/4).

Persengketaan ini bermula dari perbedaan pandangan soal butir-butir Kerja Sama Operasional (KSO) antarkedua belah pihak yang ditandatangani pada 1995. Awalnya, Telkom menggugat Aria West ke pengadilan lantaran perusahan itu tak membangun ratusan ribu satuan sambungan telepon sebagaimana tertuang dalam butir KSO. Sebaliknya, Aria West membawa perkara itu ke Badan Arbitrase Internasional. Alasannya, Telkom telah mengabaikan beberapa butir kesepakatan KSO. Untuk itu, Aria West menuntut Telkom membayar kepada mereka sebesar US$ 1,3 miliar.

Bukan itu saja, PT Aria West dan Telkom bersepakat membangun jaringan telekomunikasi divisi regional Jawa Barat. Ketika proyek berjalan, Aria West mempersoalkan Telkom yang ingkar membangun lebih dari 100 ribu jalur telepon baru. Akibatnya, Aria West menahan porsi keuntungan Telkom sebesar Rp 340 miliar. Tetapi, Telkom menganggap tudingan anak perusahaan itu tak masuk akal dan bersedia menempuh proses hukum.

PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom) tetap akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan perseteruan dengan PT. Aria West Internasional (AWI). Untuk itu, PT Telkom mengklaim balik PT Aria West ke Badan Arbitrase Internasional. Demikian diungkapkan Direktur Utama PT. Telkom Mohammad Nazief, di Jakarta.

Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West Internasional (AWI) melalui proses yang berat dan memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya diselesaikan melalui akuisisi AWI oleh PT Telkom dalam Tahun 2003. Dalam sangketa ini, Awi menggunakan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan penyelesaikan dilakukan di luar pengadilan.

 

Sumber :

https://reynaldodesta.blogspot.com/2020/03/kasus-pt-telkom-dan-pt-aria-west.html

https://www.liputan6.com/news/read/11658/aria-west-meminta-penyelesaian-sengketa-dipercepat

https://www.liputan6.com/news/read/11658/aria-west-meminta-penyelesaian-sengketa-dipercepat


Kasus Rumah Makan Ny. Suharti

Pada tahun 1962, mulanya Suharti dan suaminya, Bambang Sachlan Praptohardjo, menjual ayam goreng dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah di sekitar Yogyakarta. Setelah penjualnnya meningkat, pada tahun 1969 mereka mendirikan rumah makan dengan nama “Ayam Goreng Mbok Berek Baru” yang merukan generasi 4 mbok berek dengan modal Rp. 300.000.

Tahun 1972 Suharti mengubah nama rumah makannya menjadi “Ayam Goreng Ny. Suharti” di Jl. Adicucipto 208, Yogyakarta. Tahun 1985 ia memulai membuka cabang di berbagai kota.

            Namun setelah ditimpa kasus pengkhianatan oleh sang suami yang disebabkan karena suaminya mempunyai istri simpanan di Jakarta yang membuat suaminya jarang pulang ke Yogyakarta serta membawa lari segala usaha yang sudah dirintis berdua.

            Pilihan Suharti untuk berpisah dengan sang suami menjadi bumerang bagi dirinya. Rumah makan “Ayam Goreng Ny. Suharti” kemudian menjadi milik suaminya yang terdaftar sebagai pemilik resmi rumah makan tersebut. Akibatnya, semua aset kemudian dikuasai sang suami. Sachlan menurunkan semua potret Suharti dari dinding restoran., tetapi nama “Suharti” yang merupakan kunci sukses usaha, dibiarkan terpasang karena sudah terkenal di Yogyakarta dan Solo.

            Setelah pecah kongsi dengan suami, pada Oktober 1991, Suharti memberanikan diri membangun rumah makan ayam goreng yang juga menggunakan nama “Suharti”. Yang membedakan, dirinya tidak memakai kata “Ny” di rumah makannya.

            Selain itu, sebagai pembeda, Suharti kemudian memasang wajahnya sebagai logo rumah makan barunya, “Ayam Goreng Suharti”. Kini orang lebih mengenal rumah makan ayam goreng Suharti miliknya, yang memajang foto dirinya

 

Sumber :

https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-bedanya-rumah-makan-ayam-goreng-suharti-dengan-ny-suharti.html

http://gosipnya.blogspot.com/2012/06/ayam-goreng-suharti_14.html

https://kumparan.com/viral-food-travel/5-fakta-bisnis-ayam-goreng-suharti-yang-legendaris-pemiliknya-hanya-lulusan-sd-1tdHHoQi6id/full


kasus Vincentius Amin Sutanto dan PT Asian Agri Abadi

            Vincentius Amin Sutanto, tersangka pembobol rekening PT Asian Agri Abadi Oil & Fats Ltd senilai US$ 3,1 juta, atau Rp 30 miliar, yang kini sudah ditahan Polda Metro Jaya, ternyata sempat berencana melarikan diri ke luar negeri.

            Dalam penyelidikan, polisi menemukan tiket ke Sidney dan Penang yang akan dipergunakan Vincentius. Direktur Asian Agri Semion Tarigan menyatakan, dia mendapat informasi dari kepolisian bahwa polisi berhasil menemukan dua tiket penerbangan dengan tujuan berbeda. Tiket pertama tertanggal 23 November 2006 dengan tujuan Sidney, Australia, sedangkan satu tiket lagi untuk penerbangan tanggal 24 November 2006 dengan tujuan Penang, Malaysia. Kedua tiket itu sepertinya merupakan upaya untuk melarikan diri setelah pembobolan. Kelihatannya, memang perencanaan Vincentius sudah cukup lama, sejak tahun 2004," kata Semion Tarigan kepada wartawan di Medan, Minggu, (17/12/2006).

            Upaya pembobolan Vincentius dimulai sejak 15 September 2004, ketika dia mendirikan dua perusahaan fiktif bernama PT Asian Agri Jaya dan PT Asian Agri Utama. Komposisi pengurus dan pemegang saham perusahaan tersebut adalah Hendri Susilo dan Joko Purnomo. Kantornya merupakan Services Office di Sampoerna Strategic Square dan membuka rekening di Panin Bank Cab Lindeteves, Jakarta.

            Vincentius selanjutnya membuat tiga Kartu Tanda Penduduk (KTP). Di Tangerang, dia membuat KTP atas nama Viktor Susanto dan di Singkawang, Kalimantan Barat, atas nama Viktor Setiawan. Lantas pada 15 November 2006, dengan kemampuannya selaku pengawas keuangan pada Asian Agri, dia mengirim dua aplikasi pemindahan dana Asian Agri Abadi Oils & Fats Limited di Bank Fortis Kantor Cabang Singapura secara illegal.

            Di dalam dua aplikasi tersebut diinstruksikan pemindahan (transfer) dana sebanyak US$ 3,1 juta ke rekening di Bank Panin. Yakni US$ 1,9 juta ke rekening PT Asian Agri Jaya, dan US$ 1,2 juta ke rekening PT Asian Agri Utama. Dana itu diterima pada 16 November.

            Asian Agri baru mengetahui kasnya dibobol setelah ada konfirmasi dari Singapura pada 16 November. Kasus itu dilaporkan ke kepolisian Singapura dan ke Polda Metro Jaya. Namun pelaku sudah sempat menarik Rp 200 juta dari rekening PT Asian Agri Jaya. Pelaku hampir berhasil memindahkan semua dana yang ada di dalam rekeningnya jika saja teller Bank Panin tidak hati-hati mencurigai adanya masukan dana ke dalam dua rekening tersebut. Apalagi Vincentius menarik uangnya lagi dalam waktu singkat padahal selama ini rekeningnya tidak aktif.

            Lantas pada 17 November 2006, Vincentius menghilang dari kantor. Dia menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya pada 11 Desember 2005, sekitar pukul 17.30 Wib diantar Mikael Marut, kuasa hukumnya. Padahal sejak 5 Desember polisi sudah mengupayakan pencarian Vincentius di luar negeri melalui interpol. Menurut Semion, tertangkapnya Vincentius merupakan upaya dan kerja keras Polda Metro Jaya. "Ini sangat menggembirakan. Kita apresiasi dan salut atas keseriusan polisi menangani masalah ini," kata Semion Tarigan.

            Sementara mengenai ancaman Vincentius yang akan membeberkan bukti penggelapan pajak Asian Agri, Semion Tarigan menyatakan itu hanya sebatas ancaman. Dikatakannya, Vincentius memang ahli membuat dokumen palsu, ahli komputer dan ahli computer networking. Sehingga gampang baginya memalsukan atau merekayasa data-data perusahaan seolah-olah data tersebut benar. Tetapi Semion yakin, walau bagaimanapun pasti pihak kepolisian lebih ahli.

            Dalam kesaksiannya, Vincent mengatakan, setiap tahunnya, Asian Agri selalu melaksanakan pertemuan perencanaan untuk menghemat pembayaran pajak yang harus dibayarkan. "Saya tidak mengetahui angka detilnya, tapi berdasarkan target pertemuan, jumlah yang dihemat 70 juta dolar per tahun," kata Vincent di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 28 April 2011.

            Menurut Vincent, salah satu jalan untuk melakukan penghematan yaitu dengan pembukuan fiktif. Vincent mencontohkan, salah satunya dengan cara memasukkan biaya pemotongan rumput sebagai biaya pokok produksi perusahaan. "Biaya lapangan menjadi biaya produksi. Biaya pemotongan rumput dan lain-lain dimasukan ke harga pokok. Tujuannya adalah melakukan pembukuan fiktif," terang Vincent.

            Manipulasi juga dilakukan dengan cara membuat laporan keuangan selalu terlihat kurang mendapatkan untung. "Tiap kali selalu rugi. Kepala , Marketing kok tidak dipecat. Kerugiannya sampai pada puluhan juta dollar. Ini karena sebenarnya untung," jelasnya.

            Suwir Laut didakwa telah membuat laporan yang keliru tentang SPT perusahaan sehingga menimbulkan potensi kerugian negara dari penerimaan pajak senilai Rp 1,259 triliun. Suwir Laut terancam hukuman enam tahun penjara karena kejahatan berlanjut yang dilakukannya. Dalam dakwaan jaksa, Suwir dikatakan turut menyuruh melakukan, turut melakukan, menganjurkan melakukan dan membantu melakukan penggelapan pajak di beberapa perusahaan.

            Suwir disebut merekayasa harga jual yang mengakibatkan keuntungan perusahaan menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya. Adanya rekayasa ini, diperkuat dengan adanya pertemuan tertanggal 4,5 Agustus, 2 September, 18, 19 September 2002 antara Suwir Laut, Vincentius Amin Sutanto dan teman- temannya. Pertemuan tersebut dengan agenda tax planning meeting membahas pengecilan jumlah pajak perusahaan tersebut.

            Selain itu dilakukan pula pembiayaan fiktif dengan menciptakan kerugian. Cara ini dilakukan dengan cara perusahaan yang bernaung di bawah AAG, seolah membuat kontrak ekspor penjualan minyak kelapa sawit mentah ke perusahaan di Hongkong yang penyerahan barangnya dilakukan beberapa waktu kemudian.

            “Terdakwa mengisi data palsu kewajiban perusahaan berturut-turut selama empat tahun terhadap sejumlah 14 perusahaan, sehingga tidak atau kurang membayar kewajiban pajak yang ditentukan sebenernya.” ucap Ridwan.

            Adapun 14 peusahaan yang wajib membayar pajak adalah Mitra Unggul Pusaka. Tunggal Yunus Estate, Dasa Anugrah Sejati, Andalas Intiargo Lestari, Hari Sawit Jaya, Rantau Sinar Karsa, Rigunas Agri Utama, Gunung Melayu, Inti Indosawit Subur, Raja Garuda Mas Sejati, Indo Sepadan Jaya, Nusa pusaka Kencana, Supra Matra Abadi dan Saudara Sejati Luhur.

            Namun, sebelum jatuh tempo penyerahan barang dilakukan, perusahaan yang tergabung dalam AAG melakukan pembelian kembali oleh dengan harga yang lebih tinggi. Perbuatan Suwir laut tersebut melanggar Pasal 39  ayat 1 huruf C junto pasal 43 ayat 1 UU No. 6 tahun1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 38 huruf b junto pasal 43 ayat 1 UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

            Suwir Laut didakwa dengan dakwaan primair Pasal 39 Ayat (1) huruf C UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang tata cara prosedur pembayaran pajak, ancamannya enam tahun penjara dan denda empat kali kerugian pajak.

 

Sumber :

https://www.mongabay.co.id/2012/12/28/gelapkan-pajak-asian-agri-dihukum-denda-rp25-triliun/

https://news.detik.com/berita/d-721022/pembobol-rekening-asian-agri-sempat-berencana-ke-luar-negeri

https://www.viva.co.id/berita/nasional/217279-vincent-beberkan-kasus-pajak-asian-agri


nitanuraul . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates