Perkembangan Perekonomian Dari Zaman Order Lama Sampai Reformasi
A.
Sejarah Pra Kolonialisme
Sejarah
awal: Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan
Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal
yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua kerajaan bercorak
Hinduisme: Kerajaan Tarumanagara menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di
pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Budha telah mencapai
wilayah tersebut.
Pada abad
ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah jawa barat terdapat kerajaan bercorak
hindu-budha yaitu kerajaan taruma negara yang dilanjutkan dengan kerajaan sunda
sampai abad ke-16. Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya
berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Timbulnya
kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut
dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dll.
Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat
pemerintahannya, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.
Kesultanan
Islam kemudian semakin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui
pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16
di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di
kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui
sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari
kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran
Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena
para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam
yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga
mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun
menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang
ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, Kerajaan Islam
penting termasuk diantaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang
menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, dan
Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
B.
Sistem
Monopoli VOC
Persaingan
perdagangan yang terjadi antar bangsa Eropa di Indonesia sangat merugikan
Belanda. Oleh karena itu, timbul pemikiran pada orang-orang Belanda agar
perusahaan-perusahaan yang bersaing itu menggabungkan diri dalam satu
organisasi. Akhirnya mereka membentuk Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC)
artinya Perserikatan Maskapai Hindia Timur. VOC terbentuk pada tanggal 20 Maret
1602 Di Indonesia VOC memiliki wewenang dan Tujuan pembentukan VOC sebenarnya
tidak hanya untuk menghindari persaingan di antara pedagang Belanda, tetapi
juga:
·
menyaingi kongsi dagang Inggris di
India, yaitu EIC (East India Company),
·
menguasai pelabuhan-pelabuhan penting
dan kerajaan-kerajaan, serta
·
melaksanakan monopoli perdagangan
rempah-rempah.
Di Indonesia, VOC berusaha mengisi kas
keuangannya yang kosong. VOC menerapkan aturan baru yaitu Verplichte Leverantie
atau penyerahan wajib. Tiap daerah diwajibkan menyerahkan hasil bumi kepada VOC
menurut harga yang telah ditentukan.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan
leluasa VOC diberi hak-hak istimewa oleh pemerintah Belanda :
1. Memonopoli
perdagangan
2. Mencetak
dan mengedarkan uang
3. Mengangkat
dan memperhentikan pegawai
4. Mengadakan
perjanjian dengan raja-raja
5. Memiliki
tentara untuk mempertahankan diri
6. Mendirikan
benteng
7. Menyatakan
perang dan damai
8. Mengangkat
dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat.
Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC
dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain :
A. Verplichte
Laverantie
Yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan
harga yg telah ditetapkan oleh VOC,dan melarang rakyat menjual hasil buminya
selain kepada VOC.
B. Contingenten
Yaitu kewajiban bagi rakyat untuk
membayar pajak berupa hasil bumi.
C. Peraturan
tentang ketentuan areal dan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam.
D. Ekstirpasi
Yaitu hak VOC untuk menebang tanaman
rempah-rempah agar tidak terjadi over produksi yg dapat menyebabkan harga
rempah-rempah merosot.
E. Pelayaran
Hongi
Yaitu pelayaran dengan perahu kora-kora
(perahu perang) untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan
menindak pelanggarnya.
Hasil bumi yang wajib diserahkan yaitu
lada, kayu manis, beras, ternak, nila, gula, dan kapas. Selain itu, VOC juga
menerapkan Prianger stelsel, yaitu aturan yang mewajibkan rakyat Priangan
menanam kopi dan menyerahkan hasilnya kepada VOC. Gubernur jenderal VOC yang
pertama adalah Pieter Both (1610-1619). Pada mulanya Ambon di pilih sebagai
pusat kegiatan VOC. Pada periode berikutnya Jayakarta dipilih sebagai pusat
kegiatan VOC.
Orang-orang VOC mulai menampakkan
sifatnya yang congkak, kejam, dan ingin menang sendiri. VOC ingin mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya melalui monopoli perdagangan. VOC mulai ikut campur
dalam berbagai konflik antara penguasa yang satu dengan penguasa yang lain.
Beberapa kerajaan di yang Perubahan sikap VOC itu telah menimbulkan kekecewaan
bagi rakyat dan penguasa di Indonesia. Perubahan sikap itu terutama sekali
terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC yang kedua yaitu Jan
Pieterzoon Coen.
Dengan dibangunnya benteng-benteng dan
loji-loji sebagai pusat kegiatan VOC, maka jalur-jalur perdagangan di kepulauan
Nusantara telah dikendalikan oleh VOC. Untuk mengendalikan kegiatan monopoli
perdagangan rempah-rempah di Indonesia bagian timur, khususnya Maluku, diadakan
Pelayaran Hongi. Untuk mengisi kasnya yang kosong, VOC menerapkan sejumlah
kebijakan seperti hak monopoli, penyerahan wajib, penanaman wajib, dan tenaga
kerja wajib yang sebenarnya telah menjadi bagian dari struktur dan kultur yang
telah ada sebelumnya. Penyerahan wajib (Verplichte Leverantie) mewajibkan
rakyat Indonesia di tiaptiap daerah untuk menyerahkan hasil bumi berupa lada,
kayu, beras, kapas, kapas, nila, dan gula kepada VOC.
Untuk
semakin memperbesar kekuasaanya di Indonesia, VOC melakukan cara-cara politik
devide et impera atau politik adu domba, dan tipu muslihat. Misalnya kalau ada
persengketaan antara kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain, mereka
mencoba membantu salah satu pihak. Kejayaan VOC ternyata tidak bertahan lama.
Dalam perkembangannya VOC mengalami masalah yang besar, yakni kebangkrutan.
C. Sistem Tanam Paksa
Sistem
tanam paksa adalah sebuah aturan yang diperintahkan
oleh gubernur van den bosch yang mewajibkan agar setiap desa menyisihkan
tanahnya untuk ditanami tanaman ekspor.Pencetus
sistem tanam paksa adalah Johannes Van de Bosch. Melalui
rekomendasi Johannes Van de Bosch, seorang ahli keuangan Belanda ditetapkanlah
dan Sistem Tanam Paksa atau Cultur Stelesel tahun 1830. Pada tahun 1830
mulai diterapkan aturan kerja rodi (kerja paksa) yang disebut Cultuur stelsel.
Cultuur stelsel dalam bahasa Inggris adalah Cultivation System yang memiliki
arti sistem tanam. Namun di Indonesia cultuurstelsel lebih dikenal dengan
istilah tanam paksa. Ini cukup beralasan diartikan seperti itu karena dalam
praktiknya rakyat dipaksa untuk bekerja dan menanam tanaman wajib tanpa
mendapat imbalan. Tanaman wajib adalah tanaman perdagangan yang laku di dunia
internasional seperti kopi, teh, lada, kina, dan tembakau. Sistem tanan paksa
pertama kali diperkenalkan di
Jawa dan dikembangkan di daerah –
daerah lain di luar Jawa.
Tujuan sistem tanam
paksa atau Cultuur stelsel adalah memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam
waktu relatif singkat, yang tujuannya untuk mengisi kekosongan kas Belanda yang
pada saat itu terkuras habis akibat perang.
Aturan Tanam Paksa
Sistem tanam paksa yang dilaksanakan
memiliki aturan-aturan sebagai berikut:
1.
Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima
dari lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib yang berkualitas ekspor.
2.
Tanah yang disediakan untuk tanah
wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
3.
Hasil panen tanaman wajib harus
diserahkan kepada pemerintah kolonial. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah
pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat.
4.
Tenaga dan waktu yang diperlukan
untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang
diperlukan untuk menanam padi atau kurang lebih 3 bulan.
5.
Mereka yang tidak memiliki tanah,
wajib bekerja selama 66 hari atau seperlima tahun di perkebunan pemerintah.
6.
Jika terjadi kerusakan atau kegagalan
panen menjadi tanggung jawab pemerintah (jika bukan akibat kesalahan petani).
7.
Pelaksanaan tanam paksa diserahkan
sepenuhnya kepada kepala desa.
Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa
Dalam kenyataannya, pelaksanaan tanam paksa (cultur stelsel) banyak terjadi
penyimpangan, karena berorientasi pada kepentingan imperialis, di antaranya:
1.
Jatah tanah untuk tanaman ekspor
melebihi seperlima tanah garapan, apalagi tanahnya subur.
2.
Rakyat lebih banyak mencurahkan
perhatian, tenaga, dan waktunya untuk tanaman ekspor, sehingga banyak tidak
sempat mengerjakan sawah dan ladang sendiri.
3.
Rakyat tidak memiliki tanah harus
bekerja melebihi 1/5 tahun.
4.
Waktu pelaksanaan tanaman ternyata
melebihi waktu tanam padi (tiga bulan) sebab tanaman-tanaman perkebunan
memerlukan perawatan yang terus-menerus.
5.
Setiap kelebihan hasil panen dari
jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat ternyata tidak dikembalikan
kepada rakyat.
6.
Kegagalan panen tanaman wajib menjadi
tanggung jawab rakyat/petani.
Dalam
pelaksanaannya itu, tanam paksa banyak mengalami penyimpangan dari
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Penyimpangan ini terjadi karena
penguasa lokal, tergiur oleh janji Belanda yang menerapkan sistem cultuur
procenten. Cultuur procenten atau prosenan tanaman adalah hadiah dari
pemerintah bagi para pelaksana tanam paksa (penguasa pribumi, kepala desa) yang
dapat menyerahkan hasil panen melebihi ketentuan yang diterapkan dengan tepat
waktu.
Bagi rakyat di
Pulau Jawa, sistem tanam paksa dirasakan sebagai bentuk penindasan yang sangat
menyengsarakan rakyat. Rakyat menjadi melarat dan menderita. Terjadi kelaparan
yang menghebat di Cirebon (1844), Demak (1848), dan Grobogan (1849). Kelaparan
mengakibatkan kematian penduduk meningkat. Adanya berita kelaparan menimbulkan
berbagai reaksi, baik dari rakyat Indonesia maupun orang-orang Belanda. Rakyat
selalu mengadakan perlawanan tetapi tidak pernah berhasil. Penyebabnya bergerak
sendiri-sendiri secara sporadis dan tidak terorganisasi secara baik. Reaksi
dari Belanda sendiri yaitu adanya pertentangan dari golongan liberal dan
humanis terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa.
Di antara jenis
tanaman kultur yang diusahakan itu, tebu dan nila, adalah yang terpenting. Tebu
adalah bahan untuk gula, sedangkan nila bahan untuk mewarnai kain. Pada bad ke
-19 itu pengetahuan kimia tentang bahan pewarna kain belum berkembang, karena
itu nila dibutuhkan. Kemudian menyusul kopi, yang merupakan bahan ekspor yang
penting. Selama tanam paksa, jenis tanaman yang memberi untung banyak ialah
kopi dan gula. Karena itu kepada kedua jenis tanaman itu pemerintah memberi
perhatian yang luar biasa. Tanah yang dipakai juga luas. Jumlah petani yang
terlibat dalam tanam paksa gula dan kopi adalah besar, laba yang diperoleh juga
banyak. Tanam paksa mencapai puncak perkembangannya sekitar tahun 1830-1840.
Pada waktu itu Negeri Belanda menikmati hasil tanam paksa yang tertinggi.
Tetapi sesudah tahun 1850, mulai terjadi pengendoran. Rakyat di negeri Belanda
tidak banyak mengetahui tentang tanam paksa di Indonesia. Maklumlah waktu itu
hubungan masih sulit, radio dan hubungan telekomunikasi belum ada, surat kabar
masih kurang.
Tetapi sesudah
tahun 1850 terjadi perubahan. Malapetaka di Cirebon, Demak, dan Grobogan lambat
laun sampai pula terdengar di negeri Belanda. Mereka juga mendengar
Tentang sikap pegawai – pegawai
Belanda yang sewenang – wenang.
Akibat sistem Tanam Paksa
1.
Akibat Sistem Tanam Paksa Bagi Belanda
Bagi Belanda tanam paksa membawa keuntungan melimpah, di antaranya:
a)
Kas Belanda menjadi surplus
(berlebihan).
b)
Belanda bebas dari kesulitan
keuangan.
2.
Akibat Sistem Tanam Paksa Bagi Indonesia
Akibat adanya penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan tanam paksa, maka
membawa akibat yang memberatkan rakyat Indonesia, yaitu:
a)
Banyak tanah yang terbengkalai,
sehingga panen gagal.
b)
Rakyat makin menderita.
c)
Wabah penyakit merajalela.
d)
Bahaya kelaparan yang melanda Cirebon
memaksa rakyat mengungsi ke daerah lain untuk menyelamatkan diri.
e)
Kelaparan hebat di Grobogan, sehingga
banyak yang mengalami kematian dan menyebabkan jumlah penduduk menurun tajam.
Akibat dari
kegiatan tanam paksa, rakyat Indonesia menderita kemiskinan yang
berkepanjangan, kelaparan dan kematian terjadi di mana-mana. Sementara bagi
Belanda merupakan ladang ekonomi yang banyak mendapatkan keuntungan. Kas
Belanda yang asalnya kosong dapat dipenuhi kembali, kemudian secara
berangsur-angsur utang Belanda dapat dilunasi dan menjadikan Belanda sebagai
negara yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Itulah akibat dari sebagian
kecil penderitaan yang dialami bangsa kita saat dijajah oleh pemerintahan
Belanda dan yang dilakukan oleh bangsa kita sendiri yang menjadi bupati dan
kepala desa karena ingin mendapatkan pujian dari penjajah. Mereka senantiasa
berlomba-lomba menyerahkan hasil tanaman rakyat sebanyak-banyaknya. Mereka
tidak sadar saudara sebangsanya menangis karena kelaparan, meninggal karena
tidak makan, anak menjadi yatim piatu karena bapaknya dihukum dan disiksa oleh
Belanda. Akhirnya, terbongkar pada 1850 di negeri Belanda tentang penderitaan
rakyat di Pulau Jawa yang mengalami kelaparan dan kematian akibat adanya sistem
tanam paksa.
Tokoh Penentangan Terhadap Sistem Tanam Paksa
Tanam paksa yang
diterapkan Belanda di Indonesia ternyata mengakibatkan aksi penentangan. Orang
yang menentang tanam paksa terdiri dari:
1.
Penentang Golongan pendeta
Golongan ini menentang atas dasar kemanusiaan. Adapun tokoh yang mempelopori penentangan ini adalah Baron Van Hovel. Ia adalah seorang pendeta. Setelah kembali ke negerinya, ia menjadi anggota parlemen, kemudian ia bersama kelompoknya berupaya memperjuangkan nasib rakyat tanah jajahan. Akhirnya, muncullah kecaman keras supaya pemerintah menghapuskan sistem tanam paksa. Setelah 40 tahun berlangsung di Indonesia, akhirnya tanam paksa dihapuskan (1830 - 1870).
2. Penentang Golongan liberal
Golongan liberal terdiri dari
pengusaha dan pedagang, di antaranya:
a.
Douwes Dekker dengan nama samaran
Multatuli yang menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max
Havelaar. Edward Douwes Dekker mengajukan tuntutan kepada pemerintah kolonial
Belanda untuk lebih memerhatikan kehidupan bangsa Indonesia. Karena kejayaan
negeri Belanda itu merupakan hasil tetesan keringat rakyat Indonesia. Dia
mengusulkan langkah-langkah untuk membalas budi baik bangsa Indonesia.
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
a)
Pendidikan (edukasi).
b)
Membangun saluran pengairan
(irigasi).
c)
Memindahkan penduduk dari daerah yang
padat ke daerah yang jarang penduduknya (imigrasi/ transmigrasi)
b.
Frans Van de Pute dengan mengarang
buku berjudul Suiker Constracten (Kontrak Kerja).
Sistem tanam paksa (cultuurstelsel) juga dikritik karena mematikan usaha
perkebunan swasta di Hindia Belanda. Kritikan ini ditulis oleh pengusaha
perkebunan Fransen van de Putte dalam artikelnya “Suiker Contracten”
(Perjanjian gula).
Penghapusan Sistem Tanam Paksa Secara Bertahap
Penghapusan Sistem Tanam Paksa Secara Bertahap
Di Sumatra Barat ,sistem tanam paksa dimulai sejak tahun 1847, ketika
penduduk yang telah lama menanam kopi secara bebas dipaksa untuk menanam kopi
untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial. Begitu juga di Jawa, pelaksanaan
sistem tanam paksa ini dilakukan melalui jaringan birokrasi lokal.
Berkat adanya kecaman dari berbagai pihak, akhirnya pemerintah Belanda
menghapus tanam paksa secara bertahap:
1.
Tahun 1860 tanam paksa lada dihapus.
2.
Tahun 1865 tanam paksa nila dan teh
dihapus.
3.
Tahun 1870 tanam paksa semua jenis
tanaman, dihapus kecuali kopi di Priangan.
Selain di Pulau Jawa, kebijaksanaan yang hampir sama juga dilaksanakan di
tempat lain seperti Sumatra Barat, Minahasa, Lampung, dan Palembang. Kopi
merupakan tanaman utama di dua tempat pertama. Adapun lada merupakan tanaman
utama di dua wilayah yang kedua. Di Minahasa, kebijakan yang sama kemudian juga
berlaku pada tanaman kelapa.
Menghadapi berbagai reaksi yang ada, pemerintah Belanda mulai menghapus
sistem tanam paksa, namun secara bertahap. Sistem tanam paksa secara resmi
dihapuskan pada tahun 1870 berdasarkan UU Landreform (UU Agraria).
Pengaruh Positif Sistem Tanam Paksa Bagi Rakyat Indonesia
Meskipun tanam paksa sangat memberatkan rakyat, namun di sisi lain juga
memberikan pengaruh yang positif terhadap rakyat, yaitu:
1.
terbukanya lapangan pekerjaan,
2.
rakyat mulai mengenal tanaman-tanaman
baru, dan
3.
rakyat mengenal cara menanam yang
baik.
D. Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal
Pengertian
Sistem
ekonomi liberal kapitalis adalah sitem ekonomi yang aset-aset produktif dan
faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki oleh sektor individu/swasta.
Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah menjual untuk memperoleh laba.
Sistem
perekonomian/tata ekonomi liberal kapitalis merupakan sistem perekonomian yang
memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan
perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan
lain sebagainya.
Dalam
perekonomian liberal kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri
sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk
memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas melakukan kompetisi untuk
memenangkan persaingan bebas.
Ciri-ciri.
Ciri-ciri dari sistem ekonomi liberal
kapitalis antara lain :
a) Masyarakat
diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi.
b) Pemerintah
tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi.
c) Masyarakat
terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan
masyarakat pekerja (buruh).
d) Timbul
persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan.
e) Kegiatan
selalu mempertimbangkan keadaan pasar.
f) Pasar
merupakan dasar setiap tindakan ekonom
g) Biasanya
barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.
Keuntungan dan Kelemahan.
Sistem
ekonomi liberal kapitalis selain memilki keuntungan juga mempunyai kelemahan,
antara lain :
a.
Keuntungan :
1) Menumbuhkan
inisiatif dan kerasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak
perlu lagi menunggu perintah dari pemerintah.
2) Setiap
individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi, yang nantinya akan
mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.
3) Timbul
persaingan semangat untuk maju dari masyarakat.
4) Mengahsilkan
barang-barang bermutu tinggi, karena adanya persaingan semangat antar
masyarakat.
5) Efisiensi
dan efektifitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan motif mencari
keuntungan.
b. Kelemahan
:
1) Terjadinya
persaingan bebas yang tidak sehat.
2) Masyarakat
yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin
3) Banyak
terjadinya monopoli masyarakat.
4) Banyak
terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya oleh
individu.
5) Pemerataan
pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan bebas tersebut.
Institusi-institusi dalam Ekonomi
Liberal Kapitalis
Ada lima institusi pokok yang membangun
sitem ekonomi liberal kapitalis, yakni :
a. Hak kepemilikan.
Sebagian
besar hak kepemilikan dalam sistem ekonomi liberal kapitalis adalah hak
kepemilikan swasta/individu (private/individual property),
sehingga individu dalam masyarakat liberal kapitalis lebih terpacu untuk
produktif.
b. Keuntungan.
Keuntungan
(profit)
selain memuaskan nafsu untuk menimbun kekayaan produktif, juga merupakan bagian
dari ekspresi diri, karena itu keuntungan dipercaya dapat memotivasi manusia
untuk bekerja keras dan produktif.
c. Konsumerisme.
Konsumerisme
sering diidentikkan dengan hedonisme yaitu falsafah hidup yang mengajarkan
untuk mencapai kepuasan sebesar-besarnya selama hidup di dunia. Tetapi
dalam arti positif, konsumerisme adalah gaya hidup yang sangat menekankan
pentingnya kualitas barang dan jasa yang digunakan. Sebab tujuan akhir dari
penggunaan barang dan jasa adalah meningkatkan nilai kegunaan (utilitas)
kehidupan. Sehingga masyarakat liberal kapitalis terkenal sebagai penghasil
barang dan jasa yang berkualitas.
d. Kompetisi.
Melalui
kompetisi akan tersaring individu-individu atau perusahaan-perusahaan yang
mampu bekerja efisien. Efisiensi ini akan menguntungkan produsen maupun
konsumen, atau baik yang membutuhkan (demander)
maupun yang menawarkan (supplier).
e. Harga.
Harga
merupakan indikator kelangkaan, jika barang dan jasa semakin mahal berarti
barang dan jasa tersebut semakin langka. Bagi produsen, gejala naiknya harga
merupakan sinyal untuk menambah produksi agar keuntungan meningkat.
Sejarah dan Perkembangan
Sistem
ekonomi liberal kapitalis lebih bersifat memberikan kebabasan kepada
individu/swasta dalam menguasai sumber daya yang bermuara pada kepentingan
masing-masing individu untuk mendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya.
Hal tersebut tidak terlepas dari berkembangnya paham individualisme dan
rasionalisme pada zaman kelahiran kembali kebudayaan Eropa (renaisance) pada
sekitar abad pertengahan (abad ke-XVI). Yang dimaksud dengan kelahiran kembali
kebudayaan Eropa adalah pertemuan kembali dengan filsafat Yunani yang dianggap
sebagai sumber ilmu pengetahuan modern setelah berlangsungnya Perang Salib pada
abad XII – XV. Cepat diterimanya kebudayaan Yunani oleh ilmuwan Eropa tidak
terlepas dari suasana masa itu, dimana Gereja mempunyai kekuasaan yang dominan
sehingga berhak memutuskan sesuatu itu benar atau salah. Hal tersebut mendorong
para ilmuwan untuk mencari alternatif diluar Gereja. Dalam hal ini filsafat
Yunani yang mengajarkan bahwa rasio merupakan otoritas tertinggi dalam
menentukan kebenaran, sangat cocok dengan kebutuhan ilmuwan Eropa waktu itu.
Pengaruh
gerakan reformasi terus bergulir, sehingga mendorong munculnya gerakan
pencerahan (enlightenment) yang mencakup pembaruan ilmu
pengetahuan, termasuk perbaikan ekonomi yang dimulai sekitar abad XVII-XVIII.
Salah satu hasilnya adalah masyarakat liberal kapitalis.
Namun
gerakan pencerahan tersebut juga membawa dampak negatif. Munculnya semangat
liberal kapitalis membawa dampak negatif yang mencapai puncaknya pada abad
ke-XIX, antara lain eksploitasi buruh, dan penguasaan kekuatan ekonomi oleh
individu. Kondisi ini yang mendorong dilakukannya koreksi lanjutan terhadap
sistem politik dan ekonomi, misalnya pembagian kekuasaan, diberlakukannya
undang-undang anti monopoli, dan hak buruh untuk mendapatkan tunjangan dan
mendirikan serikat buruh.
a. Sistem
liberal kapitalis awal/klasik.
Sistem
ekonomi liberal kapitalis klasik berlangsung sekitar abad ke-XVII sampai
menjelang abad ke-XX, dimana individu/swasta mempunyai kebebasan penguasaan
sumber daya maupun pengusaan ekonomi dengan tanpa adanya campur tangan
pemerintah untuk mencapai kepentingan individu tersebut, sehingga mengakibatkan
munculnya berbagai ekses negatif diantaranya eksploitasi buruh dan penguasaan
kekuatan ekonomi. Untuk masa sekarang, sitem liberal kapitalis awal/klasik
telah ditinggalkan.
b. Sistem
liberal kapitalis modern.
Sistem ekonomi liberal kapitalis modern
adalah sistem ekonomi liberal kapitalis yang telah disempurnakan. Beberapa
unsur penyempurnaan yang paling mencolok adalah diterimanya peran pemerintah
dalam pengelolaan perekonomian. Pentingnya peranan pemerintah dalam hal ini
adalah sebagai pengawas jalannya perekonomian. Selain itu, kebebasan individu
juga dibatasi melalui pemberlakuan berbagai peraturan, diantaranya
undang-undang anti monopoli (Antitrust Law).
Nasib pekerja juga sudah mulai diperhatikan dengan diberlakukannya
peraturan-peraturan yang melindungi hak asasi buruh sebagai manusia. Serikat
buruh juga diijinkan berdiri dan memperjuangkan nasib para pekerja. Dalam
sistem liberal kapilalis modern tidak semua aset produktif boleh dimiliki
individu terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak,
pembatasannya dilakukan berdasarkan undang-undang atau peraturan-peraturan.
Untuk menghindari perbedaan kepemilikan yang mencolok, maka diberlakukan pajak
progresif misalnya pajak barang mewah.
Negara-negara yang menganut sistem ekonomi
liberal kapitalis modern antara lain :
1)
Di benua Amerika, antara lain Amerika Serikat,
Argentina, Bolivia, Brasil, Chili, Kuba, Kolombia, Ekuador, Kanada, Maksiko, Paraguay,
Peru dan Venezuela.
2)
Di benua Eropa, sebagian besar menganut sistem ini
antara lain Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Cekoslovakia, Denmark, Prancis,
Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Polandia, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris.
3)
Di benua Asia, antara lain India, Iran, Israel,
Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, Turki, Malaysia, Singapura.
4)
Kepulauan Oceania, antara lain Australia dan Selandia
Baru.
5)
Di benua Afrika, sistem ekonomi ini terbilang masih
baru. Negara yang menganut antara lain Mesir, Senegal, Afrika Selatan.
E. Era pendudukan Jepang
Di bidang radio dan telekomunikasi hal pertama yang dilakukan
tentara pendudukan Jepang adalah memerintahkan penutupan semua radio siaran dan
menyerahkan peralatannya kepada tentara pendudukan. PPRK (Perserikatan
Perkoempoelan Radio Ketimoeran) dibubarkan, dan dibentuk HOSO KANRI KYOKU
(Pusat Jawatan Radio) untuk menggantikannya
Pemberangusan terhadap kebebasan berkomunikasi dilakukan oleh
HODOHAN, Badan Sensor yang pekerjaan utamanya mendata kepemi¬likan radio di
masyarakat dan melakukan penyegelan sehingga radio tersebut hanya bisa menerima
siaran dari Radio Tokyo (dan stasiun-stasiun relainya), atau stasiun-stasiun
yang sepenuhnya di bawah kontrol bala tentara Dai Nippon.
1. Bagi pengelola radio-radio siaran ex PPRK tinggal ada
beberapa pilihan:
tetap bisa siaran, tetapi hanya merelay siaran Radio Tokyo atau menyiarkan berita-berita yang dikeluarkan oleh Domei (Dinas Penerangan tentara pendudukan).
tetap bisa siaran, tetapi hanya merelay siaran Radio Tokyo atau menyiarkan berita-berita yang dikeluarkan oleh Domei (Dinas Penerangan tentara pendudukan).
2. bubar, atau
3. terus memancar secara sporadis sebagai stasiun radio gelap
Pemancar BRV disita
untuk kemudian diperbaiki dan diperkuat untuk dipergunakan sebagai alat
propaganda Jepang. Di lain
fihak, di saat yang sama para pejuang kita berusaha mengumpulkan sisa-sisa
pemancar yang dapat diselamatkan, memperbaiki atau merakitnya kembali dan
diam-diam terus melakukan siaran-siaran kontra propaganda secara clandestine
(radio gelap).
Pada zaman di mana
semua radio penerima milik penduduk disegel, beruntunglah para pemuda yang
bekerja di HOSO KANRI KYOKU. Di samping menimba ilmu tentang seluk beluk dunia
radio dan penyiaran mereka yang bertugas di bagian monitoring dan para markonis
- walaupun dengan mencuri-curi - dapat mendengarkan radio gelombang pendek
(short wave) yang memang dikhususkan untuk transmisi jarak jauh.
Menjelang pertengahan
tahun 1945, dengan diam-diam memantau siaran BBC London atau VOA (Voice of
Amerika) mereka dapat mengetahui kekalahan demi kekalahan tentara Jepang pada
banyak front pertempuran. Puncaknya adalah pada tanggal 14 Agustus 1945 ketika
kaisar Jepang Tenno Heika menyatakan menyerah kepada pihak tentara Sekutu.
F. Cita-cita Ekonomi Merdeka
Sistem
Ekonomi Kerakyatan mangacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai sistem nilai
bangsa Indonesia yang tujuannya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesiadengan salah satu unsur intrinsiknya adalah Ekonomi
Pancasila (Mubyarto: 2002) yang nilai-nilai dasar sebagai berikut
1.
Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa
digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral”
2.
Kemanusiaan, yaitu : “kemerataan sosial, yaitu ada
kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak
membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan
sosial”.
3.
Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di
mana “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya
urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri.
4.
Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi
ekonomi) : “demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan;
koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan
masyarakat”.
Keadilan Sosial, yaitu : “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil
antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang
luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.
G. Ekonomi
Indonesia Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi
1.
Pemerintahan Orde Lama
Sejak
berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sudah tokok-tokoh negara saat itu
telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik
secara individu maupun diskusi kelompok.
Sebagai
contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar
perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi,
namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi.
Demikian
juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam
pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah
semacam ekonomi campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya
disepakatilah suatu bentuk ekonomi yang baru, dinamakan sebagai Sistem
Ekonomi Pancasila, yang didalamnya mengandung unsur pentinga yang
disebut Demokrasi Ekonomi.
Terlepas
dari sejarah yang akan menceritakan yang akan mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD’45, sistem
perekonomian Indonesia tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33. Dan 34.
Sistem
perekonomian di Indonesia sangat menentang adanya sistem Free Fight
Liberalism, Etatisme (Ekonomi Komando) dan Monopoli, karena sistem ini memang
tidak sesuai dengan sitem ekonomi yang dianut Indonesia (bertentangan).
Free
fight liberalism ini dianggap tidak cocok dengan kebudayaan Indonesia dan
berlawanan dengan semangat gotong-royong yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal
33, dan dapat mengakibatkan semakin besarnya jurang pemisah antara
yang kaya dengan yang miskin.
Meskipun
pada awal perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi
pancasila, ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti
sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia.
Awal tahun 1950-an sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya
corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem
etatisme, pernah juga memberi corak perekonomian di tahun 1960-an sampai
dengan pada masa orde baru.
2.
Pemerintahan Orde Baru
Orde Baru adalah
sebutan bagai masa pemerintahan Presiden Soeharto. Orde Baru menggantikan pemerintahan
Orde Lama yang di pimpin oleh Soekarno.
Orde Baru berlangsung
dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia
berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di
negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga
semakin melebar.
Salah satu kebijakan
pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB
lagi. Indonesia pada tanggal 19 September1966 mengumumkan
bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota
PBB kembali pada tanggal 28 September 1966,
tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal,
Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik
- di Eropa Timur sering
disebut lustrasi -
dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis
Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer
Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan
Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang
terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Selama masa
pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya
alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun
tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi
dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Pada pertengahan 1997,
Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat:
Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan
harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah
jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan
diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti
ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk
menjadi presiden ketiga Indonesia.
Penyebab utama runtuhnya
kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997
kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang
melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara
kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat
mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu
me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat
keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian
diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut,
Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi
Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang
bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi
belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam
Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto
mundur dari jabatannya.
Mundurnya Soeharto dari
jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru,
untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".
3.
Pemerintahan Reformasi
Pada tanggal 21 Mei
1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI
dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Sidang Istimewa MPR
yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi
dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain.
Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang
menewaskan 18 orang.
Masa pemerintahan Habibie ditandai
dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu
dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan
pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan
koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar
Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah Habibie menjabat. Tahanan politik
dibebaskan secara bergelombang. Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa
petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman
Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik baru
muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah
atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang
terjerat pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi
politik. Bahkan, sejumlah perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta
telah dihukum dan dipecat karena terlibat penculikan, kini telah kembali duduk
dalam jabatan struktural.
Sumber :